Minggu, 30 Januari 2011

PRINSIP DASAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


Undang-Undang NO. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan bagi peranannya di masa datang”. Dalam Undang-Undang tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1) dan (2), dikemukakan bahwa “(1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara; dan (2) pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan undang-undang tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”.
Unesco (1979) mendefinisikan pendidikan adalah komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang dirancang bangun untuk menumbuhkan belajar. Sejalan dengan itu Smith(1982) mengemukakan bahwa pendidikan adalah kegiatan sistemik untuk menumbuhkembangkan belajar. Berdasarkan penelitian tersebut maka pendidikan, selain bertujuan untuk terwujudnya perubahan perilaku peserta didik dalam ranah kognisi, afeksi, psikomotorik, dan aspirasi setelah mengikuti pembelajaran, melainkan pula untuk tumbuh kembangnya budaya belajar. Budaya belajar inilah yang hendaknya merupakan bagian dari peseta didik atau lulusan lembaga pendidik sehingga mereka mampu belajar untuk mengetahui (larning how to now), belajar untuk belajar (learning how to learn, to relearn, to unlearn), belajar untuk mengerjakan sesuatu (learning how to do), belajar untuk memecahkan masalah (learning how to solve problems), belajar untuk hidup bersama (learning how to live together), dan belajar untuk kemajuan kehidupan (learning how to be) (Sudjana, 2006).
Untuk bisa melaksanakan pembelajaran sehingga siswa mampu belajar untuk mengetahui (larning how to now), belajar untuk belajar (learning how to learn, to relearn, to unlearn), belajar untuk mengerjakan sesuatu (learning how to do), belajar untuk memecahkan masalah (learning how to solve problems), belajar untuk hidup bersama (learning how to live together), dan belajar untuk kemajuan kehidupan (learning how to be) maka dalam melaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia guru perlu memahami prinsip-prinsip dan landasan pembelajaran bahasa Indonesia yang akan dipaparkan berikut ini.
1. Prinsip-Prinsip Pengembangan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mengacu pada wawasan pembelajaran yang dilandasi prinsip (l) humanisme, (2) progresivme, dan (3) rekonstruksionisme. Prinsip humanisme berisi wawasan sebagai berikut.
a. Manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Implikasi wawasan ini terhadap kegiatan pengajaran bahasa Indonesia adalah (a) guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi, (b) siswa disikapi sebagai subyek belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahaman sendiri, (c) dalam proses belajar mengajar guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman pendamping, pemotivasi, fasilitator, dan aktor yang juga bertindak sebagai pebelajar.
b. Perilaku manusia dilandasi motif dan minat tertentu. Implikasi dari wawasan tersebut dalam kegiatan pengajaran bahasa Indonesia adalah (a) isi pembelajaran harus memiliki kegunaan bagi pebelajar secara aktual, (b) dalam kegiatan belajarnya siswa harus menyadari manfaat penguasaan isi pembelajaran bagi kehidupannya, (c) isi pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan, pengalaman, dan pengetahuan pebelajar.
c. Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pengajaran bahasa Indonesia adalah (a) layanan pembelajaran selain bersifat klasikal dan kelompok juga bersifat individual, (b) pebelajar selain ada yang dapat menguasai materi pembelajaran
secara cepat juga ada yang menguasai isi pembelajaran secara lambat, dan (c) pebelajar perlu disikapi sebagai subyek yang unik, baik menyangkut proses merasa, berpikir, dan karakteristik individual sebagai hasil bentukan lingkungan keluarga, teman bermain, maupun lingkungan kehidupan sosial masyarakatnya.
Lebih lanjut lagi sejumlah prinsip di atas dapat dihubungkan dengan prinsip progresivisme yang beranggapan bahwa:
(1) Penguasaan pengetahuan dan keterampilan tidak bersifat mekanistis tetapi memerlukan daya kreativitas. Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan melalui kreativitas ini berkembang secara berkesinambungan. Pemahaman kosa kata misalnya, akan membentuk keterampilan menyusun kalimat. Begitu juga kemampuan membaca dan menulis dibentuk oleh kemampuan memahami kosakata dan keterampilan menyusun kalimat. Pengetahuan dan keterampilan tersebut diperoleh secara utuh dan berkesinambungan apabila dalam proses pembelajarannya siswa secara kreatif melakukan pemaknaan kosakata, berlatih menyusun kalimat, melakukan kegiatan membaca, dan berlatih mengarang secara langsung. Selain itu, topik atau isi pembelajaran yang satu dengan yang lain harus memiliki hubungan dan secara potensial harus dapat dibentuk sebagai suatu keutuhan.
(2) Dalam proses belajarnya siswa seringkali dihadapkan pada masalah yang memerlukan pemecahan secara baru. Dalam memecahkan masalah tersebut siswa perlu menyaring dan menyusun ulang pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya secara coba-coba atau hipotesis. Dalam hal ini terjadi cara berpikir yang terkait dengan metakognisi. Sesuai dengan gambaran proses berpikir dalam pemecahan masalah , metakognisi adalah penghubungan suatu pengetahuan dengan pengalaman atau pengetahuan lain melalui proses berpikir untuk mehasilkan sesuatu (Marzano, 1992). Terdapatnya kesalahan dalam proses memecahkan
masalah maupun pada hasil yang dibuahkan sebagai bagian kegiatan belajar merupakan sesuatu yang wajar.
Sejalan dengan wawasan di atas, prinsip konstruksionisme menganggap bahwa proses belajar disikapi sebagai kreativitas dalam menata serta menghubungkan pengalaman dan pengetahuan hingga membentuk suatu keutuhan. Dalam tindak kreatif tersebut murid pada dasarnya merupakan subyek pemberi makna. Kesalahan sebagai bagian dari kegiatan belajar justru dapat membuahkan pengalaman dan pengetahuan baru. Sebab dalam proses pembelajaran guru sebaiknya tidak “menggurui” melainkan secara adaptip berusaha memahami jalan pikiran murid untuk kemudian menampilkan sejumlah kemungkinan. Fulwier (dalam Aminuddin, l994) berpendapat bahwa Like students, teacher as learner are unique. Dinyatakan demikian karena dalam mengendalikan, mengembangkan, sampai ke mengubah bentuk proses belajar mengajar guru bisa jadi sering dihadapkan pada masalah baru. Karena itu, guru juga perlu belajar, mengembangkan kreativitas sejalan dengan kekhasan subyek didik, peristiwa belajar, konteks pembelajaran, meupun terdapatnya berbagai bentuk perkembangan.
KBM juga dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip belajar mengajar dan prinsip motivasi dalam belajar. Belajar mengajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian, guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar berada pada diri siswa tetapi guru bertanggunag jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.
2. Landasan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Di sekolah dasar, landasan pembelajaran bahasa Indonesia ditelusuri melalui landasan formal berupa kurikulum, landasan filosofis-ideal berupa wawasan teoritik-konseptual, dan landasan operasional berupa buku teks bahasa Indonesia.
a. Landasan Formal
Landasan formal dalam meningkatkan kemampuan baca-tulis di SD adalah kurikulum bahasa Indonesia. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia di SD secara umum mengacu pada kemampuan memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi serta menggunakannya secara tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan secara lisan ataupun tertulis (Resmini, 1998).
Berdasarkan praktik pembelajaran bahasa di kelas, Bull (1989) memilah rancangan kurikulum bahasa atas dasar proses dan isi. Orientasi isi didasarkan pada sesuatu yang diajarkan, materi, atau butir-butir pembelajaran. Sedangkan orientasi proses berkaitan dentgan deskripsi prosedural tentang bagaimanakah butir-butir pembelajaran tersebut disajikan. Dalam implementasinya, kedua orientasi ini memiliki tiga pola, yakti rancangan kurikulum yang berpola (1) orientasi kaya proses, tetapi terbatas isi, (2) orientasi proses terbatas, tetapi isi kaya/tinggi, dan (3) orientasi proses yang kaya/tinggi dengan isi yang kaya/tinggi pula.
Pola pertama dirancang dalam praktik pembelajaran bahasa yang mengacu pada proses, misalnya proses menulis. Dinyatakan demikian sebab dalam proses menulis, fokus pembelajaran ditekankan pada pada bagaimana siswa berproses menulis secara aktif dan interaktif sehingga menghasilkan sebuah tulisn. Proses yang ditempuh dengan baik akan menghasilkan produk tulisan yang baik pula. Dengan demikian, pembelajaran ditekankan pada proses atau cara memahami area isi pembelajaran secara intra disiplin maupun lintas didiplin.
Dalam pola yang kedua, pembelajaran bahasa dilaksanakan denganm bertolak dari membaca area isi pembelajaran. Dengan cara ini siswa memanfaatkan kegiatan belajar bahasa untuk sekaligus mempelajari mata pelajaran lain. Demikian juga dalam praktik pembelajaran bahasa lintas kurikulum, melalui tema tertentu pembelajaran kiat berbahasa dijadikan sebagai landas tumpu untuk mempelajari area isi dari mata pelajaran lain.
Praktik pembelajaran bahasa dengan pola ketiga mengacu pada pelaksanaan pembelajaran bahasa yang mengacu atau memanfaatkan sastra anak (literature based). Realisasi dari pola pembelajaran ini didasarkan pada pemahaman siswa berkaitan dengan sastra anak yang dijadikan landasa tumpu pembelajaran tersebut. Bull (1089) menegaskan bahwa rancangan kurikulum atas dasar literature based berpotensi untuk terlaksananya pembelajaran yang kaya proses dengan isi yang kaya pula. Atau sebaliknya proses terbatas dan isi terbatas pula.
Berdasarkan paparan di atas, kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia mestinya berorientasi pada proses dan isi secara proposional, yang dirancang untuk untuk pola pembelajaran yang kaya proses dan isi. Untuk itu, pperan guru sangatlah penting terutama dalam pemilihan metode pengajaran yang tepat dan beragam sesuai tujuan. Berdasarkan rancangan kurikulum tersebut maka pembelajaran bahasa Indonesia akan didasarkan pada pendekatan komunikatif dengan pola penataan bahan tematis, proses pembelajaran yang dilaksanakan secara integratif dengan mengaktifkan proses belajar siswa.
b. Landasan Teoritik-Konseptual
Landasan teoritik-konseptual merupakan sejumlah pendekatan yang melandasi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan komunikatif yang dijiwai teori fungsionalisme, pendekatan tematis-integratif, dan pendekatan proses. Dikemukakan dalam GBPP Bahasa Indonesia SD bahwa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karea itu, belajar bahasa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi lisan maupun tulis dengan menggunakan baha yang baik dan benar.
Pembentukan kompetensi komunikasi harus didukung oleh empat kompetensi lain, yakni kompetensi gramatika, sosiolinguistik, kewacanaan, dan srategi komunikasi. Dalam upaya pencapaian kompetensi komunikatif, bahan pembelajaran ditata secara tematis dengan KBM yang bersifat integratif. Dengan bahan yang berancangan tematis, titik tolak pembelajaran adalah tema. Tema ini merupakan payung pemersatu pembelajaran dan bukanlah tujuan melainkan sarana penersatu kegiatam berbahasa (Depdikbud, 1994:10).
Sebagai unsur pengikat, tema dan topik diarahkan untuk membentuk keterampilan berbahasa secara terpadu. Keterpaduan itu menyangkut keterpaduan antara materi bahasa Indonesia dalam pengajaran bahasa Indonesia, serta keterpaduan antara pengajaran bahasa Indonesia dengan materimata pelajaran yang lain. Mengacu pada keterpaduan yang sama, satu tema dapat digunakan untuk mengembangkan dua keterampilan berbahasa atau lebih, sekaligus memadukan sejumlah aspek kebahasaan, misalnya struktur dan kosakata. Misalnya dalam pembelajaran proses menulis pemaduan keterampilan berbahasa benar-benar dapat memperoleh tempat proporsional. Hal ini didasrkan pada ciri pembelajaran proses menulis yang dinamis, interaktif, dan konstruktif sehingga memberikan peluang besar untuk pemaduan tersebut (Eanes, 1997; Tompkins, 1994; Tomkins 1991; Suhor, 1984)
c. Landasan Operasional
Dalam praktik pembelajara bahasa Indonesia peranan buku teks sebagai salah satu sumber pembelajan sangat penting. Diantara sumber pembelajaran lainnya buku teks terkesan lebih dominan. Di lapangan buku teks disikapi sebagai satu-satunya informasi yang bersifat instan. Padahal seharusnya diseleksi, dianalisis, dan di bandingkan dengan butor-butir
pembelajaran serta hasil jabaran pembelajaran yang ada dikurikulum sehingga ada keterkaitan dengan proses hasil belajar.
Dengan demikian, seharusnya guru dalam melaksanakan prakti pembelajarannya juga meninjau GPPP tidak hanya memanfaatkan buku teks saja tanpa menyesuaikannya dengan GPPP. Dari segi proses pembelajaran, butir-butir isi pembelajaran harus ditata secara utuh, runtut, dan berkesinambungan. Untuk itu misalnya butir-butir pembelajaran menulis yang terdapat dalam buku teks dipadukan dengan butir-butir pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum. Pemaduan tersebut akan menghasilkan sekuensi tataan isi pembelajaran yang menyiratkan proses/ prosedur pembelajarannya.
2. Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa
Dalam istilah belajar mengajar, kita mengenal pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda walaupun dalam penerapannya ketiga-tiganya saling berkaitan. Ramelan (1982) mengutip pendapat Anthony yang mengatakan bahwa pendekatan mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan dan berhubungan dengan sifat bahasa serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain asumsi yang menganggap bahasa sebagai kebiasaan; ada pula yang menganggap bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan; dan ada lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah. Asumsi-asumsi tersebut menimbulkan adanya pendekatan-pendekatan yang berbeda, yakni :
(1) Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa berarti berusaha membiasakan diri menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Penekanannya ada pada pembiasaan.
(2) Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa berarti berusaha untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan. Tekanan pembelajarannya terletak pada pemerolehan kemampuan komunikasi.
(3) Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa dalam pembelajaran bahasa yang harus diutamakan ialah pemahaman akan kaidah-kaidah yang mendasari ujaran, tekanan, pembelajaran pada aspek kognitif bahasa, bukan pada kemampuan menggunakan bahasa (Zuchdi, 1997).
Pendekatan apapun yang dipilih guru dalam melaksanakan program KBM, pada dasarnya tuntutan untuk menampatkan siswa sebagai pusat perhatian dan perlakuan sangat utama. Peran guru dalam pembentukan pola KBM di kelas tidak hanya ditentukan oleh didaktik-metodik “apa yang akan dipelajari saja, melainkan pada “bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar anak”. Pengalaman belajar ini diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi secara aktif lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan, serta berkonsultasi dengan nara sumber. Dalam merancang KBM bahasa Indonesia terdapat beberapa pendekatan yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut.
Pendekatan Whole Language
Pembelajaran bahasa mengacu pada pendekatan whole language sehingga dalam implementasinya digunakan pendekatan integratif. Syafi’ie (1996:16) mengemuakakan pendapatnya bahwa dalam pengertian yang luas, integratif dapat diartikan sebagai penyatuan berbagai aspek ke dalam satu keutuhan yang padu. Pelaksanaan pembelajaran bahasa Infonesia berdasarkan konsep integratif mengacu pada pengembangan dan penyajian materi pelajaran bahasa secara terpadu. Lingkungan proses belajar mengajar bahasa yang dilandasi keterpaduan mengacu pada pandangan tentang hakikat bahasa whole language.
Keterpaduan dalam pengajaran bahasa mencerminkan adanya pandangan whole language yaitu pandangan tentang kebenaran mengenai hakikat proses belajar dan bagaimana mendorong proses tersebut agar berlangsung secara optimal di kelas. Godman mengemukakan beberapa prinsip whole language dalam pengejaran bahasa yaitu (l) program pembinaan
kemampuan baca-tulis di sekolah harus dikembangkan berdasarkan kenyataan proses belajar yang sesungguhnya dan memanfaatkan motivasi yang bersifat intrinsik, (2) strategi membaca dan menulis dikembangkan dalam pemakaian bahasa yang relevan, fungsional, dan bermakna, (3) perkembangan kemampuan menguasai keterampilan membaca dan menulis mengikuti dan dimotivasi oleh perkembangan fungsi-fungsi membaca dan menulis. Robb juga mengemukakan prinsip pengajaran bahasa dengan pendekatan whole language yang berpijak pada (l) keterampilan berbahasa diajarkan secara terpadu, (2) belajar dilakukan dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian, (3) materi ajar didasarkan pada teks (literature centered), dan (4) belajar dilakukan secara kolaboratif yang lebih menekankan pada proses (Knape, 1992:67).
Didasarkan pada pendekatan pengajaran bahasa yang berwawasan whole language maka pembelajaran bahasa Indonesia harus memiliki keterpaduan antara (l) pembelajaran komponen kebahasaaan, pemahaman, dan penggunaan, (2) isi pembelajaran dengan pengetahuan dan pengalaman siswa, dan (3) perolehan pengalaman belajar siswa dengan kenyataan penggunaan bahasa sesuai dengan aktivitas penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupannya. Dengan adanya pendekatan pengajaran bahasa yang diorientasikan pada wawasan whole language maka dalam setiap pelaksanaannya, aktivitas pembelajaran bahasa tidak dilakukan secara fragmentis melainkan utuh, padu sebagai suatu kesatuan.
Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glasersfeld, l989, Matthews, l994, dalam Suparno, l997). Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang direkonstruksikan dari pengalaman atau dunia sejauh yang dialaminya. Proses pembentukan ini berjalan secara terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru (Piaget dalam Suparno, l997).
Pada dasarnya belajar merupakan (l) proses berpikir secara aktif, (2) proses berpikir sebagai upaya menghubungkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki (skemata) dengan informasi atau masalah baru secara kritis dan kreatif, (3) proses berpikir yang secara potensial menuju dan membentuk keutuhan berdasarkan “konstruksi” yang dilakukan, (4) proses pembuahan pemahaman yang akan melekat dan terkembangkan secara terus menerus apabila berlangsung lewat penghayatan dan internalisasi. Aminuddin (1994) mengemukakan contoh analogi bahwa sebagai pemaham dan penghayat pandangan konstruktivisme, ketika guru membaca butir pembelajaran dengan kompetensi dasar agar siswa mampu Membaca teks bacaan dan memahami isinya maka guru akan melakukan kegiatan sebagai berikut. Berusaha memahami hal apa saja yang berhubungan dengan membaca teks bacaan dan memahami isinya. Proses pemahamannya dipandu oleh hasil belajar dan indikator pencapaiaan hasil belajar yang ditafsirkan cocok digunakan sebagai landasan penjabaran butir pembelajaran. Berusaha membangkitkan pengalaman serta pengetahuan yang relevan dengan butir pembelajaran tersebut, mempelajari buku tentang membaca, bertanya kepada orang lain atau teman sejawat dan berdiskusi dengannya. Ketika menggambarkan perihal yang berhubungan dengan membaca teks bacaan dan memahami isinya, tergambar berbagai kemungkinan yang bisa dipilih. Dalam hal ini guru hanya memfokuskan perhatian pada jabaran yang (l) sesuai dengan tingkat pengalaman dan pengetahuan siswa baik yang diperoleh di dalam kelas maupun kehidupan sehari-harinya, (2) memiliki kesatuan hubungan dan menjanjikan terbuahkannya pemahaman secara utuh, dan (3) memiliki hubungan dengan aktivitas kehidupan siswa sehingga jabaran yang dipilih benar-benar terhayati dan membuahkan pengalaman dan pemahaman yang terkembangkan secara terus menerus. Menggambarkan bahan ajar yang mesti dipersiapkan untuk keperluan pembelajaran di kelas, bentuk KBM yang membuahkan pemahaman, penghayatan, pengalaman, internalisasi, dengan menyesuaikan alokasi
waktu bila dihubungkan dengan rentetan pertemuan sebelum dan sesudahnya.
Melihat dari apa yang dilakukan guru di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa ketika guru akan melakukan pembelajaran dia harus (l) memiliki pengalaman dan pengetahuan menyangkut butir pembelajaran yang akan dianalisis, (2) mampu menggambarkan pengalaman dan pengetahuannya dalam bentuk-bentuk situasi konkret sesuai dengan “dunia pengalaman, pengetahuan, dan kehidupan sehari-hari siswa”. (3) mampu memetakan berbagai lintasan gambaran sehingga menjalin hubungan yang utuh, (4) mampu memetakan hubungan antara jabaran butir kompetensi dasar dengan materi pokok yang dimanfaatkan di kelas, KBM, alokasi waktu, dan bentuk asesmen yang mungkin dikembangkan, serta (5) memprediksikan bentuk-bentuk penguasaan isi pembelajaran yang dibuahkan lewat proses belajar yang ditempuhnya. Sebagai contoh ketika siswa ditugaskan membaca paragraf dalam bacaan, yang dapat diperoleh bukan hanya pemahaman informasi menyangkut fakta, gagasan, pendapat dalam paragraf, tetapi juga tentang kalimat utama, kalimat penjelas, dan cara yang ditempuh penulisnya dalam mengembangkan paragraf.
Pada dasarnya salah satu sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan saintifik siswa melalui kegiatan interaksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitar siswa. Pandangan konstruktivisme menganggap semua peserta didik mulai dari TK sampai perguruan tinggi memiliki gagasan/pengetahuan sendiri tentang lingkungan dan peristiwa/gejala alam di sekitarnya meskipun gagasan/pengetahuan ini naif atau kadang-kadang salah. Mereka senantiasa mempertahankan gagasan/pengetahuan naif ini secara kokoh sebagai suatu kebenaran. Hal ini berlangsung karena gagasan/pengetahuan yang dimiliki siswa terkait dengan gagasan/pengetahuan awal lain yang sudah terbangun dalam wujud skemata (struktur kognitif) dalam benak siswa. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa inti kegiatan pendidikan adalah memulai pelajaran dari “apa yang dikatahui siswa”. Guru
tidak dapat mendoktrinasi gagasan spesifik supaya siswa mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang nonsaintifik menjadi pengatahuan/gagasan saintifik. Dengan demikian, yang dapat mengubah gagasan siswa adalah siswa itu sendiri. Guru hanya berperan sebagai fasilitator penyedia “kondisi” supaya proses belajar untuk memperoleh konsep yang benar dapat berlangsung dengan baik (Puskur, 2002).
Berikut beberapa kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme antara lain sebagai berikut. Diskusi atau curah pendapat yang menyediakan kesempatan agar semua siswa mampu mengemukakan pendapat dan gagasannya. Demontrasi dan peragaan praktik keterampilan berbahasa Kegiatan praktis lain yang memberi peluang kepada siswa untuk mempertanyakan, memodifikasi, dan mempertajam gagasannya.
Hal tersebut sejalan dengan wawasan Whole Language, proses pembelajaran bahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, memahami kebahasaan dan berapresiasi sastra) disikapi sebagai constructive process yang berlangsung secara dinamis (Godman, 1986). Proses pembelajaran yang dilakukan dinyatakan memuat gambaran wawasan whole language bila (l) hasil belajar tentang bunyi, kosakata, struktur, sastra, mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis memiliki kesinambungan dan keterpaduan, (2) siswa mempelajari bahasa dalam konteks pemakaian baik secara lisan maupun tulis, (3) siswa mempelajari bahasa sesuai dengan keragaman fungsi dan pemakaian, (4) proses kreatif anak dalam berbahasa lebih mendapatkan perhatian dibandingkan pemahaman ihwal kebahasaan, dan (5) guru mengadakan evaluasi proses dan hasil secara integratif dengan menggunakan berbagai data sebagai sumber dan bahan penilaian.
Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi (yang selanjutnya disebut kompetensi
komunikasi), yaitu kemampuan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dalam konteks yang seutuhnya. Kegiatan utama dalam kegiatan belajar-mengajar bahasa yang menggunakan pendekatan komunikatif berupa latihan-latihan yang langsung dapat mengembangkan kompetensi komunikasi yangdimiliki pembelajar; tidak hanya menguasai bentuk-bentuk bahasa, tetapi sekaligus menguasai bentuk, makna, serta pemakaiannya.
Dalam pendekatan komunikatif pembelajar berperan sebagai negosiator antara dirinya dengan temannya, atau dengan objek yang dipelajari. Pembelajar harus aktif berinisiatif melakukan kegiatan komunikasi. Untuk keperluan ini seringkali disediakan teks, aturan atau kaidah gramatika tidak dibahas secara eksplisit, pengaturan tempat duduk seringkali bersifat inkonvensional, pembelajar diharapkan lebih banyak berinteraksi dengan pembelajar lain, dan kesalahan yang tidak menganggu komunikasi ditolerir (Richard dan Rodgers, 1987).
Pendekatan komunikatif mengikuti pandangan bahwa bahasa pada hakikatnya adalah alat komunikasi atau alat interaksi sosial. Dalam rambu-rambu pembelajaran, antara lain dikemukakan: (a) belajar BI pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulis, (b) pembelajaran kebahasaan ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan BI, dan (c) BI sebagai alat komunikasi digunakan untuk bermacam-macam fungsi, sesuai dengan apa yang ingin dikomunikasikan oleh penutur. Dalam penggunaan BI, faktor-faktor penentu komunikasi (misalnya: partisipan tutur, topik tutur, tujuan tutur, dan situasi tutur) harus selalu dipertimbangkan.
Pendekatan Tematis-Integratif
Yang dimaksud dengan pendekatan tematis-integratif adalah pembelajaran bahasa harus dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang sewajarnya. Pengorganisasian materi tidak diwujudkan dalam bentuk pokok bahasan secara terpisah, tetapi diikat dengan menggunakan tema-tema tertentu dengan menganut asas kesederhanaan, kebermaknaan dalam komunikasi,
kewajaran konteks, keluwesan (disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, dan tempat), keterpaduan, dan kesinambungan berbagai segi dan keterampilan berbahasa.
Unsur-unsur bahasa dipelajari dalam konteks wacana, dan penggunaan bahasa selalu berada dalam integrasi berbagai keterampilan berbahasa. Pendekatan temaris-integratif ini dituangkan dalam rambu-rambu pembelajaran, yang antara lain, berupa : (a) tema digunakan untuk pengembangan dan perluasan kosa kata siswa serta sebagai pemersatu kegiatan belajar BI siswa sehingga pembelajaran BI berlangsung dalam suasana kebahasaan yang wajar, (b) pembelajaran BI mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pembinaan keempat aspek ini harus dilakukan secara terintegrasi.
Pembelajaran bahasa yang didasarkan pada pendekatan tematis-integratif harus dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang sewajarnya. Pengorganisasian materi tidak diwujudkan dalam bentuk meteri pokok bahasan secara terpisah, tetapi diikat dengan menggunakan tema-tema tertentu dengan menganut asas kesederhanaan, kebermaknaan dalam komunikasi, kewajaran konteks, keluwesan (disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, dan tempat), keterpaduan, dan kesinambungan berbagai segi keterampilan berbahasa.Unsur-unsur bahasa dipelajari dalam konteks wacana, dan penggunaan bahasa selalu berada dalam integrasi berbagai keterampilan berbahasa. Pendekatan ini berimplikasi antara lain (l) tema digunakan untuk pengembangan dan perluasan kosa kata siswa serta sebagai pemersatu kegiatan belajar bahasa Indonesia (BI) siswa sehingga pembelajaran BI berlangsung dalam suasana kebahasaan yang wajar, (2) pembelajaran BI mencakup empat aspek keterampilan berbahasa harus dilakukan secara terintegrasi.
Lewat kegiatan pengajaran membaca, pemahaman tentang ejaan, tanda baca, kosakata, kalimat, makna, dan penanda hubungan kewacanaan terolah secara serempak. Selain itu, guru akan merasakan bahwa pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh setelah membaca ternyata juga berperanan dalam
mengembangkan kemampuan menulis, bermanfaat ketika melakukan kegiatan wicara, baik yang formal maupun informal. Selain itu, pengalaman dan pengetahuan tersebut juga membantu mengembangkan kemampuan menyimak. Berdasarkan pengalaman demikian, maka guru dapat menarik kesimpulan bahwa dalam belajar bahasa, jabaran butir pembelajaran yang satu dengan yang lain tidak dapat disusun dalam tata urutan yang terpisah-pisah. Pembelajaran yang berkaitan dengan materi kebahasaan, kesusastraan, menyimak, membaca, wicara, menulis, harus dijalin secara padu.
Selain bentuk keterpaduan yang dirancang dalam lingkup satu bidang studi (intra bidang studi), keterpaduan pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk lintas bidang studi (antarbidang studi). Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya maka guru bisa memilih salah satu dari sepuluh cara merencanakan pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara itu adalah pemaduan dengan bentuk (l) fragmented, (2) connected, (3) nested, (4) sequented, (5) shared, (6) webbed, (7) threated, (8) integrated, (9) immersed, dan (l0) networked (Fogarty, l99l).
Pendekatan Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan proses diartikan sebagai pendekatan belajar-mengajar yang mengarah pada pengembangan kemampuan mental, fisik, dan sosial sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam individu siswa. Cara pandang ini diterjemahkan dalam kegiatan belajar-mengajar yang sekaligus memperhatikan pengetahuan, sikap dan nilai, serta keterampilan. Ketiga ranah ini menyatu dalam diri siswa dalam bentuk kreativitas. Tujuan pokok dari pemakaian keterampilan proses adalah mengembangkan kreativitas siswa dalam belajar, sehingga siswa dapat secara aktif mengolah dan mengembangkan hasil perolehan/belajarnya (Dikbud, 1985).
Konsep pendekatan keterampilan prose tersebut selanjutnya lebih dikenal dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). CBSA bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif untuk
mengembangkan kemampuan pribadinya dalam hal : (1) mempelajari konsep, (2) mempelajari, mengalami dan melakukan sendiri cara mendapatkan pengetahuan, (3) merasakan dan mengembangkan sendiri rasa ingin tahu, jujur, tekun, disiplin, kreatif terhadap tugas yang diberikan, (4) menemukan sifat dan kemampuan diri sendiri serta kelompoknya, (5) memikirkan, mencobakan sendiri dan mengembangkan konsep tertentu. (6) menemukan dan mempelajari gejala/kejadian yang dapat mengembangkan gagasan baru, dan (7) menunjukkan kemampuan mengkomunikasikan cara berpikir yang menghasilkan penemuan baru dan penghayatan nilai-nilai melalui gambar atau penampilan diri (Dikbud, 1985). Selama kurang lebih 25 tahun konsep CBSA sudah diperkenalkan dalam dunia pendidikan kita. Namun demikian, pengembangbiakan CBSA dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar masih jauh dari harapan. Pengembangbiakan CBSA yang seharusnya memberikan harapan yang menggembirakan justru diikuti oleh pencemaran konseptual. Pemogramannya seringkali dikaitkan dengan kebutuhan fasilitas dalam bentuk alat peraga dan bangku. Penerapannya dalam pengelolaan kegiatan belajar-mengajar sering ditandai oleh penampilan ciri-ciri superfisial, seperti kerja kelompok yang semu serta kegaduhan yang disangka sebagai pencerminan keaktifan belajar (Joni, 1985).

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN

Secara umum pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematik-sistemik selalu bertolak dari sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas sangatlah penting, karena pendidikan merupakam pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu. Untuk Indonesia pendidikan diharapkan mengusahakan pembentukan manusia pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri, dan mampu mandiri dan memberikan dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Landasan pendidikan dapat memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia Indonesia, sedangkan asas pendidikan akan memberikan corak untuk penyelenggaraan pendidikan dan pada gilirannya akan memberikan hasil pendidikan yakni manusia dan masyarakat Indonesia.
II. LANDASAN DAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN SERTA
PENERAPANNYA
PENGANTAR PENDIDIKAN …

1. LANDASAN PENDIDIKAN

Pendidikan sebagai suatu sistem memunculkan suatu fenomena bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan pembinaan pendidikan sangat kompleks dan banyak faktor yang terlibat didalamnya. Landasan dan asas-asas pendidikan sangat diperlukan sebagai suatu pijakan dalam rangka perencanaan dan implementasi pendidikan. Faktor-faktor tesebut akan memberi warna dan kontribusi terhadap program perencanaan dan pelaksanaan pendidikan, baik secara makro maupun secara mikro.

Ada tiga landasan yang patut dipertimbangkan dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan pendidikan berdasarkan buku materi pokok pengantar pendidikan UT. Ketiga landasan tersebut adalah landasan yang bersifat filosofis, sosial budaya dan ilmiah/tekhnologis. Sedangkan berdasarkan buku PP dari Prof. Dr. Umar T dan La Sula landasan pendidikan ada 5 yaitu: landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan kultural, landasan psikologis dan landasan ilmiah dan tekhnologi. Bila dilihat dari macam- macam landasan tersebut maka dapat diketahui bahwa diantar keduanya yang berbeda yaitu pada:
o

Di dalam buku materi pokok PP UT landasan sosial dan budaya digabung menjadi satu landasan sedangkan pada buku PP dari Prof. Dr. Umar T dan La Sula landasan tersebut terpisah menjadi dua landasan.
o
Pada buku PP dari Prof. Dr. Umar T dan La Sula terdapat landasan psikologis
sedangkan pada buku materi pokok PP UT landasan tersebut tidak dijelaskan.

Maka, walaupun dalam makalah ini kami menjelaskan landasan-landasan pendidikan berdasarkan buku materi pokok PP UT tetapi akan tetap dijelaskan mengenai landasan psikologis sebagai bahan kajian yang penting juga untuk dibahas.

Landasan filosofis
?
Pengertian filsafat
?
Plato menyebut filsafat sebagai ”Ilmu pengetahuan tentang
kebenaran”
?
Socrates menyebut filsafat sebagai suatu ”cara berfikir yag
radikal, menyeluruh dan mendasar”.
?
Filsafat dipandang sebagai ”induk semang ilmu pengetahuan”
?
Filsafat adalah ”sistem nilai”, artinya filsafat dianggap sebagai
pandangan hidup manusia dalam mengarungi bahtera kehidupan.
PENGANTAR PENDIDIKAN …


Bila filsafat dipandang sebagai sistem nilai, artinya setiap manusia mempunyai sistem nilai tersendiri yang mungkin berbeda dengan sistem nlai yang dianut masyarakat lainnya. Dengan demikian, sistem nilai yang ada harus dianut dalam garapan pendidikan yang dilakukannya. Atau dapat dikatakan bahwa filsafat hidup dalam masyarakat merupakan arti lain dari landasan filosofis penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan.
?
Hubungan filsafat dengan tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif tentang hasil apa yang seharusnya dicapai dalam suatu program. Tujuan pendidikan berarti pernyataan yang memuat berbagai kompetensi yang diharapkan bisa dimiliki para peserta didik selaras dengan sistem nilai dan falsafah yang dianut. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut suatu bangsa, atau filsafat kelompok akan mempengaruhi tujuan pendidikan yanga kan dicapai.
?
Manfaat filsafat pendidikan
Nasution (1982) menyebut manfaat pendidikan adalah sebagai berikut:
?
Filafat pedidikan dapat menentukan arah (direction) akan ke
mana anak didik dibawa.
?

Dengan adanya tujuan pendidikan, yang diwarnai oleh filsafat pendidikan yang dianut, kita mendapat gambaran jelas tentang hasil (output) yang harus dicapai dalam program pendidikan.
?
Filsafat pendidikan menetukan cara dan proses untuk mencapai
tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
?
Filsafat dan tujuan pendidikan akan memberikan kesatuan yang
bulat (unity) tentang segala upaya pendidikan yang dilakukan.
?

Filsafat dan tujuan pendidikan memungkinkan para pengelola pendidikan melakukan penilaian tentang segala upaya yang telah dilaksanakan dalam implementasi pendidikan.

Landasan Sosiologis

Pendidikan adalah upaya manusia untuk memanusiakan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial terikat oleh suau sistem sosial dengan segala komponennya, seperti pranata sosial, tatanan hidup kemasyarakatan dan sebagainya. Pendidikan adalah proses sosial budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dengan
PENGANTAR PENDIDIKAN …


demikian, garapan pendidikan secara nyata merupakan proses sosialisasi antarwarga melalui interaksi insani menuju masyarakat yang berbudaya. Dalam konteks inilah peserta didik dihadapkan dengan budaya manusia. Ia dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budaya yang dianutnya, serta dipupuk dan dikembangkan sesuai dengan kemampuan dirinya agar menjadi sosok manusia yang berbudaya sesuai dengan acuan format budaya bangsa yang dianutnya.

Landasan Ilmiah dan Tekhnologis

Asas lain yang sangat mempengaruhi garapan pendidikan adalah perkembangna ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek). Perkembangan ini jelas memberi pengaruh dan dampak yang sangat kuat pada garapan pendidikan. Ilmu pengetahuan dan tekhnologi merupakan isi kurikulum pendidikan. Sedangkan isi kurikulum itu sendiri merupakan kumpulan pengalaman manusia yang disusun secara sistematik dan sistemik sebagai hasil atau buah karya kebudayaan umat manusia. Oleh sebab itu, pemilihan sebaran dan isi kurikulum dalam suatu program pendidikan pada hakikatnya merupakan penetapan isi atau ilmu yang relevan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

Nana Syaodih Sukmadinata dalam Dimyati (1994 : 258) mengemukakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi secara langsung akan menjadi isi/materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan tugas kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni juga dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi harus bisa senafas dengan tuntutan pembangunan nasional. Disini berarti, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai salah satu karakteristik perkembanagn sosial budaya masyarakatnya akan memberi corak dan warna terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pendidikan. Sebab pada gilirannya pembangunan pendidikan nasional adalah arti lain dari upaya untuk pembangunan sumber daya manusia yang sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional.

]

Landasan Psikologis
PENGANTAR PENDIDIKAN …


Landasan psikologis sebagai landasan pendidikan dititikberatkan pada perkembangan peserta didik. Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan maupun karena perkembangan. Salah satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan dengan pengembangan kepribadian, atamanya agar dapat diwujudkan kepribadian yang mantap dan mandiri.
Prinsip perkembangan kepribadian:
1.
Perkembangan kepribadian mencakup aspek behavioral
dan aspek motivasional.
2.

kepribadian mengalami perkembangan yang menerus dan tidak terputus-putus meskipun pada suatu periode tertentu akan menjadi landasan bagi perkembangan periode berikutnya.
Tiga faktor utama yang bekerja dalam menentukan pola kepribadian seseorang
berdasarkan Alexander:
a.
Bakal hereditas individu
b.
Pengalaman awal di keluarga
c.
Peristiwa penting dalam hidupnya di luar lingkungan keluarga
(Hurlock, 1974: 19)

Sesudah keluarga, sekolah merupakan lembaga yang apaling besar pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian anak; bahkan sesudah orangtua, gurulah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian anak termasuk pembentukan konsep diri.
2. ASAS-ASAS PENDIDIKAN

Ada tiga asas yang dapat dipandang secara relevan dengan upaya pendidikan, baik pada saat ini maupun masa depan. Yang dapat diterapkan dengan semestinya dalam penyelenggaraan sehari-hari, antara lain:
1. Asas Tut Wuri Handayani

Asas tut wuri handayani, yang kini telah menjadi semboyan Depdikbud,asas ini merupakan inti dari butiran yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum. Asas inilah yang dapat mendorong taman siswa untuk mengganti sistem pendidikan cara lama yang menggunakan perintah,
PENGANTAR PENDIDIKAN …

paksaan dan hukuman dengan sistem khas taman siswa yang didasarkan atas
perkembangan kodrat.
2. Asas belajar sepanjang hayat
Asas belajar sepanjang hayat merupakan sudut pandang dari sisi lain
terhadap pendidikan seumur hidup. Pendidikan seumur hidup merupakana
concept. (P. Lengrand,1970) yang new significance of an old idea(Dave,1973).
Oleh karena itu UNISCO Institute for Education (UIE Hamburg) menetapkan
suatu difinisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus:
1. Meliputi seluruh hidup individu setiap individu
2. Mengarah kepada pembentukan,pembaruan, peningkatan dan sikap
yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya
3. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (Self
fulfilment) setiap individu
4. Meningkatkan kemampuan dan motifasi untuk belajar sendiri
5. Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin
terjadi.
3. Asas kemandirian dalam belajar

Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, disamping peran-peran lain: Informator, organisator, dan sebagainya. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik yang berinteraksi dengan sumber-sumber. Sedang sebagai motivator, Guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar.

Terdapat beberapa strategi belajar mengajar dan atau kegiatan belajar mengajar yang dapat mengembangkan kemandirian dalam belajar. Cara belajar siswa aktif (CBSA) merupakan salah satu pendekatan yang memberikan peluang, karena siswa dituntut mengambil prakarsa dan atau memikul tanggung jawab tertentu dalam belajar mengajar disekolah.
PENGANTAR PENDIDIKAN …

3. PENERAPAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN

Pasal 4 UU No 4/1950 menyatakan, "Pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas- asas yang termaktub dalam ’Pancaila’ dan UUD Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia". Pada Pasal 2 UU No 2/1989 dan RUU SPN menyatakan "Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945". Dari pasal ini dapat dikethui bahwa pemerintah menerapkan setiap asas-asas pokok berdasarkan landasan pendidikan.

Di samping itu pada asas Tut wuri handayani dan asas kemandirian dalam belajar nampak dengan diterapkannya kurikulum pendidikan sekarang. Kurikulum sekarang menuntut siswa yang aktif dengan guru sebagai pembimbing. Sedangkan asas belajar sepanjang hayat (pendidikan seumur hidup), melihat dari kenyataan bangsa Indonesia memang belum berjalan dengan baik namun bila dibandingkan dengan pendidikan yang lampau, pada pendidikan sekarang telah lebih baik. Kesadaran pentingnya pendidikan (bahkan tidak hanya mengikuti pendidikan tetapi juga berprestasi) pada masyarakat Indonesia sudah lebih meningkat.
PENGANTAR PENDIDIKAN …

III. KESIMPULAN

Secara umum pendidikan selalu berkaitan dengan manusia dan diperlukan suatu generasi untuk melihat hasil akhir untuk pendidikan, oleh karena itu apabila telah terjadi suatu kekeliruan yang dapat mengakibatkan kegagalan, pada umumnya sudah terlambat untuk memperbaikinya. Sehingga kenyataan ini secara tidak langsung menuntuut agar pendidikan dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan memperhatikan landasan dan asas pendidikan. Landasan dan asas-asas pendidikan ini sangat diperlukan sebagai suatu pijakan dalam rangka perencanaan dan implementasi pendidikan.
PENGANTAR PENDIDIKAN …

Sabtu, 29 Januari 2011

SEMANTIK BAHASA INDONESIA (RESUME)

SEKILAS SEMANTIK BAHASA INDONESIA
  1. Jenis Makna
    Jenis makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna referensial dan nonreferensial. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna konotatif dan denotatif. Berdasarkan ketepatan maknanya dapat dibedakan adanya makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Selain pembagian tersebut, jenis makna dapat pula digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu (a) makna leksikal dan (b) makna kontekstual.
  2. Makna Leksikal
    Makna leksikal (leksical me3aning, sematic meaning, external meaning) adalah makna kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalambentuk kompleks (turunan) dan makna yang ada tetap seperti apa yang dapat kita lihat dalam kamus. Makna leksikal dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu (a) makna konseptual yang meliputi makna konotatif, makna afektif, makna stilistik, makna kolokatif dan makna idiomatik.
  3. Makna Konseptual
    Makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan konsepnya makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas asosiasi atau hubungan apa pun.
    Makna konseptual disebut juga makna denotatif, makna referensial, makna kognitif, atau makna deskriptif. Makna konseptual dianggap sebagai faktor utama dalam setiap komunikasi.
  4. Makna Generik
    Makna generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang mencakup beberapa makna konseptual yang khusus atau sempit.
    Misalnya, sekolah dalam kalimat “Sekolah kami menang.” Bukan saja mencakup gedungnya, melainkan guru-guru, siswa-siswa dan pegawai tata usaha sekolah bersangkutan.
  5. Makna Spesifik
    Makna spesifik adalah makna konseptual, khas, dan sempit.
    Misalnya jika berkata “ahli bahasa”, maka yang dimaksud bukan semua ahli, melainkan seseorang yang mengahlikan dirinya dalam bidang bahasa.
  6. Makna Asosiatif
    Makna asosiatif disebut juga makna kiasan atau pemakaian kata yang tidak sebenarnya. Makna asosiatif adalah makna yang dimilki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya katabunglon berasosiasi dengan makna orang yang tidak berpendirian tetap.
  7. Makna Konotatif
    Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap kata yang diucapkan atau didengar. Makna konotatif adalah makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di luar makna leksikalnya.
  8. Makna Afektif
    Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan bahasa. Oleh karena itu, makna afektif berhubungan dengan gaya bahasa.
  9. Makna Stilistik
    Makna stilistik berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek terutama kepada pembaca. Makna stilistik lebih dirasakan di dalam sebuah karya sastra. Sebuah karya sastra akan mendapat tempat tersendiri bagi kita karena kata yang digunakan mengandung makna stalistika. Makna stalistika lebih banyak ditampilkan melalui gaya bahasa.
  10. Makna Kolokatif
    Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama.
    Misalnya kata ikanguramisayurtomat tentunya kata-kata tersebut akan muncul di lingkungan dapur. Ada tiga keterbatasan kata jika dihubungkan dengan makna kolokatif, yaitu (a) makna dibatasi oleh unsur yang membentuk kata atau hubungan kata, (b) makna dibatasi oleh tingkat kecocokan kata, (c) makna dibatasi oleh kecepatan.
  11. Makna Idiomatik
    Makna idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang menyimpang dari makna konseptual dan gramatikal unsur pembentuknya. Dalam bahasa Indonesia ada dua macam bentuk idiom yaitu (a) idiom penuh dan (b) idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Idiom sebagian adalah idiom yang di dalamnya masih terdapat unsur yang masih memiliki makna leksikal.
  12. Makna Kontekstual
    Makna kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan situasi. Makna kontekstual disebut juga makna struktural karena proses dan satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.
  13. Makna Gramatikal
    Makna grmatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat digabungkannya sebuah kata dalam suatu kalimat. Makna gramatikal dapat pula timbul sebagai akibat dari proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi.
  14. Makna Tematikal
    Makna tematikal adalah makna yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, baik melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan pembicaraan.
  15. Realasi makna adalah hubungan antara makna yang satu dengan makna kata yang lain.
  16. Pada dasarnya prinsip relasi makna ada empat jenis, yaitu (1) prinsip kontiguitas, (2) prinsip kolementasi, (3) prinsip overlaping, dan (4) inklusi. Jelaskan!
    1. Prinsip kontiguitas yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa beberapa kata dapat memiliki makna sama atau mirip. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut sinonimi.
    2. Prinsip komplementasi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna kata yang satu berlawanan dengan makna kata yang lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut antonimi.
    3. Prinsip overlaping yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa satu kata memiliki makna yang berbeda atau kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung makna berbeda. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut homonimi dan polisemi.
    4. Prinsip inklusi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna kata lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut hiponimi.
  17. Sinonimi adalah nama lain untuk benda atau hal yang sama. Sinonimi yaitu suatu istilah yang mengandung pengertian telaah, keadaan, nama lain.
        Contoh: pintar, pandai, cerdik, cerdas, cakap, mati, meninggal, berpulang, mangkat wafat
  18. Sinonimi tidak mutlak memiliki arti yang sama tetapi mendekati sama atau mirip.
  19. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya sinonimi adalah penyerapan kata-kata asing, penyerapan kata-kata daerah, makna emotif dan evaluatif.
  20. Kata bersinonimi tidak dapat dipertukarkan tempatnya karena dipengaruhi oleh (1) faktor waktu, (2) faktor tempat atau daerah, (3) faktor sosial, (4) faktor kegiatan dan (5) faktor nuansa makna.
  21. Homonimi adalah kata-kata yang sama bunyi dan bentuknya tetapi mengandung makna dan pengertian yang berbeda.
  22. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya homonimi adalah (1) kata-kata yang berhomonimi itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan, (2) kata-kata yang berhomonimi itu terjadi sebagaimana hasil proses morfologis.
  23. Homonimi yang homograf dan homofon adalah sama bunyi sama bentuknya.
    Contoh: bisa ® sanggup, dapat
        bisa ® racun ular
        jagal ® pedagang kecil
        jagal ® orang yang bertugas menyembelih binatang
        padan ® banding
        padan ® batas
        padan ® janji
        padan ® curang
        padan ® layar
  24. Homonimi yang tidak homograf tetapi homofon adalah bentuknya tidak sama tetapi bunyinya sama.
    Contoh: bang ® bentuk singkatan dari abang
        bank ® lembaga yang mengurus uang
        sangsi ® ragu
        sanksi ® akibat
        syarat ® janji
        sarat ® penuh dan berat
  25. Homonimi yang homograf tidak homofon sama bentuk tetapi tidak bunyinya.
    Contoh: teras ® hati kayu atau bagian dalam kayu
        teras ® pegawai utama
        teras ® bidang tanah datar yang miring atau lebih tinggi dari yang lain
  26. Antonimi adalah nama lain untuk benda lain pula atau kebalikannya.
  27. Oposisi kembar yaitu perlawanan kata yang merupakan pasangan atau kembaran yang mencakup dua anggota.
    Contoh: laki-laki >< perempuan
    kaya >< miskin
    ayah >< ibu
  28. Oposisi gradual yaitu penyimpangan dari oposisi kembar antara dua istilah yang berlawanan masih terdapat sejumlah tingkatan antara.
    Contoh: kaya dan miskin, besar dan kecil
    Pada kata tersebut terdapat tingkatan (gradual) sangat kaya – cukup kaya – kaya – miskin – cukup miskin – sangat miskin, sangat besar – lebih besar – besar – kecil – lebih kecil – sangat kecil.
  29. Oposisi majemuk yaitu oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata. Satu kata berlawanan dengan dua kata atau lebih.
    Contoh:
        duduk
    Berdiri ><     berbaring    ><     
        berjongkok
        tiarap
  1. Oposisi relasional yaitu oposisi antara dua kata yang mengandung relasi kebalikan, relasi pertentangan yang bersifat saling melengkapi.
    Contoh: menjual beroposisi membeli
    suami beroposisi istri
    utara beroposisi selatan
  2. Oposisi hirarkis, oposisi ini terjadi karena setiap istilah menduduki derajat yang berlainan. Oposisi ini pada hakikatnya sama dengan oposisi majemuk. Kata-kata yang beroposisi hirarkis adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat, panjang, dan isi), satuan hitungan, nama jenjang kepangkatan dan sebagainya.
    Contoh: meter beroposisi dengan kilometer
    kuintal beroposisi dengan ton
  3. Oposisi inversi, oposisi ini terdapat pada pasangan kata seperti beberapa – semua, mungkin – wajib. Pengujian utama dalam menetapkan oposisi ini adalah apakah kata itu mengikuti kaidah sinonimi yang mencakup (a) penggantian suatu istilah dengan yang lain dan (b) mengubah posisi suatu penyangkalan dalam kaitan dengan istilah berlawanan.
    Contoh: beberapa negara tidak mempunyai pantai = tidak semua negara mempunyai pantai
  4. Polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu atau kata yang memiliki makna yang berbeda-beda tetapi masih dalam satu aluran arti.
  5. Kata berhomonimi adalah kata-kata yang sama bunyi dan bentuknya.
    Contoh: bisa ® dapat
    bisa ® racun
    Sedangkan polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu atau kata yang memiliki makna berbeda-beda tetapi masih dalam satu arti.
    Contoh: kepala 1. bagian tubuh dari leher ke atas
    2. bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan yang merupakan hal yang penting
    3. pemimpin atau ketua
  6. Dua cara untuk menentukan bahwa suatu kata tergolong polisemi atau homonimi, pertama melihat etimologi atau pertalian historisnya. Kata buku misalnya, adalah homonimi yakni (1) buku yang merupakan kata asli bahasa Indonesia yang berarti ‘tulang sendi’ dan (2) buku yang berasal dari bahasa Belanda yang berarti ‘kitab, pustaka’.
    Kedua, dengan mengetahui prinsip perluasan makna dari suatu makna dasar.
  1. Hiponimi ialah semacam relasi antarkata yang berwujud atas bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain.
  2. Hiponimi adalah semacam relasi antarkata yang berwujud atas bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Kelas atas mencakup sejumlah komponen yang lebih kecil, sedangkan kelas bawah merupakan komponen yang mencakup dalam kelas atas. Contoh: Januari, Februari, Maret, April hiponimi dari kata bulan. Kelas atas disebut hipernim, contohnya, ikan hipernimnya tongkol, gabus, lele, teri.

Contoh latihan dan jawaban.
1. Carilah sinonim kata-kata berikut ini!
a. kamu = engkau
b. ayah = bapak
c. anak = momongan
d. ibu = mama, emak
e. rajin = giat
f. susah = sulit, berat
g. pandai = pintar
h. sehat = waras
i. luas = lebar
j. jujur = tulus, ikhlas
k. mati = meninggal
l. baik = bagus
m. mendidiki = mengajar
n. senang = suka
o. aku = saya
p. selidik = amati
2. Carilah dalam kamus kata-kata homonimi berikut ini!
a. angguk – gerakan kepala menunduk, angguk – tali pada perahu
b. anggka – tanda lambang bilangan, angka – mengangap
c. antar – hubungan yang satu dengan yang lain, antar – memindahkan sesuatu ke tempat lain
d. bujuk – usaha untuk meyakinkan seseorang dengan kata-kata, bujuk – ikan gabus
e. bunga – bagian tumbuhan yang akan menjadi buah, bunga – imbalan jasa
f. ekstrak – pati atau sari, ekstrak – salinan atau petikan
g. email – massa berupa kaca tidak bening, email – bahan padat berwarna putih
h. ceraka – pengukup pakaian, ceraka – tumbuhan yang akarnya dapat dipakai sebagai obat
i. genting – gawat atau tegang, genting tutup atas rumah
j. ibarat – umpama atau perbandingan, ibarat – isi
k. jurus – arah yang lurus, jurus – sikap
l. kabur – tidak dapat melihat sesuatu, kabur – berlari cepat-cepat
m. lengket – lekat, lengket – tumbuhan yang dapat dipakai untuk pupuk hijau
n. pelonco – gundul, pelonco – semangka muda
o. penting – utama atau sangat berharga, penting – tiruan bunyi
p. alam – segala yang ada di langit dan di bumi, alam – merasai
3. Carilah antonim-antonim kata-kata di bawah ini!
a. besar >< kecil    
b. kaya >< miskin    
c. tinggi >< rendah
d. teman >< lawan
e. banyak >< sedikit
f. tua >< muda
g. guru >< murid
h. bersih >< kotor
i. suami >< istri
j. panjang >< pendek
k. pandai >< bodoh
l. cantik >< jelek
m. kasar >< halus
n. jauh >< dekat
o. mahal >< murah
p. baik >< buruk
4. Carilah hiponim kata-kata berikut ini!
a. jurusan, fakultas hiponim terhadap perguruan tinggi
b. vokal, konsonan, diptong hiponim terhadap fonetik
c. puisi, prosa, drama hiponim terhadap sastra
d. meja, kursi, lemari hiponim mebel
e. merpati, kaka tua, gagak hiponim terhadap burung
5. Carilah dalam kamus makna kata polisemi di bawah ini!
a. menguraikan (1) menjadi terurai, (2) menceraikan atau melepaskan, (3) memaparkan
b. undang-undang (1) ketentuan-ketentuan (2) hukum (3) aturan-aturan yang dibuat orang atau badan yang berkuasa.
c. tubuh (1) badan, (2) bagian yang terpenting
d. sekularitas (1) kehidupan duniawi, (2) kedudukan seorang pejabat duniawi
e. praktik (1) pelaksanaan secara nyata (2) pelaksanaan pekerjaan (3) perbuatan melakukan teori
f. upah (1) hasil sebagai akibat, (2) imbalan
g. tenggelam (1) karam, (2) terbenam, (3) hilang, (4) lupa
h. subjek (1) pelaku, (2) mata pelajaran, (3) orang, tempat, benda yang diamati
i. gadis (1) perawan, (2) anak perempuan yang sudah akil balik
j. aparat (1) alat, perkakas, (2) perlengkapan militer, (3) badan pemerintahan